Widget HTML #1

Ekonomi Indonesia Masih Stabil, Tapi Ada Ancaman Besar

Ekonomi Indonesia Masih Stabil, Tapi Ada Ancaman Besar

Sebagai seorang desainer grafis, kita terbiasa berpikir dalam komposisi, keseimbangan, dan harmoni visual. Namun, bagaimana jika prinsip-prinsip ini diterapkan dalam melihat kondisi ekonomi Indonesia?

Layaknya sebuah desain, ekonomi yang baik harus memiliki struktur yang kuat, kontras yang seimbang, dan tidak ada elemen yang terlalu mendominasi hingga merusak keseimbangan.

Sayangnya, ada beberapa faktor yang bisa mengganggu keseimbangan ekonomi, yang tentunya akan berdampak pada industri kreatif.

Ketika Ekonomi Menjadi Seperti Desain yang Berantakan

Dilansir dari CNN Indonesia dan Wikipedia, beberapa negara seperti Sri Lanka dan Venezuela mengalami krisis ekonomi karena salah kelola keuangan dan ketergantungan pada sumber daya tertentu.

Meskipun Indonesia masih dalam kondisi stabil dengan pertumbuhan ekonomi sekitar 5% per tahun dan cadangan devisa mencapai $140 miliar, ada beberapa faktor yang bisa menjadi “cacat desain” dalam ekonomi kita.

Sebagai desainer, kita memahami bahwa jika sebuah komposisi terlalu banyak distraksi, pesan utama akan hilang. Begitu juga dalam ekonomi, jika terlalu banyak elemen yang tidak produktif seperti korupsi dan utang yang tidak terkendali, keseimbangan akan terganggu.

Mari kita lihat beberapa “cacat desain” dalam ekonomi Indonesia yang perlu diwaspadai.

4 Faktor yang Bisa Mengganggu “Desain” Ekonomi Indonesia

Ekonomi Indonesia Masih Stabil, Tapi Ada Ancaman Besar

1. Korupsi: Noise dalam Komposisi Ekonomi

Dalam desain, noise atau gangguan visual bisa merusak estetika dan fungsionalitas. Begitu juga dengan korupsi dalam ekonomi. Transparency International mencatat skor indeks persepsi korupsi (IPK) Indonesia turun menjadi 34 pada tahun 2023. Beberapa kasus besar seperti:

  • Korupsi BTS Kominfo: Rp8,03 triliun
  • Skandal Jiwasraya: Rp16,8 triliun
  • Kasus Asabri: Rp22,78 triliun

Bayangkan jika dana sebesar itu diinvestasikan dalam pengembangan industri kreatif, seperti hibah bagi desainer grafis, startup digital, atau pengembangan teknologi AI dalam desain. Sayangnya, korupsi membuat ekonomi kehilangan fokus, seperti desain yang terlalu penuh dengan elemen yang tidak perlu.

2. Utang Luar Negeri: Elemen yang Tidak Seimbang

Desain yang baik memiliki keseimbangan antara elemen utama dan elemen pendukung. Dalam ekonomi, utang bisa menjadi alat yang baik jika dikelola dengan seimbang.

Namun, jika utang terus membengkak tanpa memberikan hasil yang nyata, itu seperti menambahkan terlalu banyak efek dalam desain sehingga malah merusak estetika keseluruhan.

Per Desember 2023, total utang pemerintah mencapai Rp8.000 triliun dengan rasio terhadap PDB sekitar 39%. Jika tidak dikelola dengan baik, ini bisa menjadi seperti desain dengan tipografi yang berlebihan, membuat pesan utama tidak terbaca dengan jelas.

3. Ketergantungan pada Sumber Daya Alam: Terjebak dalam “Template Lama”

Seorang desainer yang hanya mengandalkan satu gaya desain lama tanpa inovasi akan tertinggal. Begitu juga dengan ekonomi yang terlalu bergantung pada ekspor komoditas seperti batu bara, minyak sawit, dan nikel. Jika harga komoditas turun, pendapatan negara bisa ikut anjlok.

Ekonomi harus berinovasi seperti seorang desainer yang terus mencari tren baru. Jika Indonesia tidak mulai mengembangkan sektor teknologi, manufaktur kreatif, dan ekonomi digital, kita akan terus terjebak dalam “template lama” yang semakin usang.

4. Ketimpangan Sosial: Desain yang Tidak Inklusif

Dalam desain, kita memahami pentingnya aksesibilitas dan inklusivitas. Jika desain hanya bisa dinikmati oleh segelintir orang, maka itu gagal. Begitu juga dengan ekonomi, jika pertumbuhan hanya dinikmati oleh kelompok tertentu, maka kesenjangan sosial akan semakin melebar.

Menurut data BPS, jumlah penduduk miskin per Maret 2023 mencapai 25,9 juta orang (9,36%). Jika kesenjangan ini tidak ditangani, dampaknya bisa seperti desain yang tidak user-friendly, menghasilkan ketidakpuasan dan potensi ketidakstabilan sosial.

Solusi: Mendesain Ekonomi yang Lebih Berkelanjutan

Sebagai desainer grafis, kita tahu bahwa desain yang baik memerlukan revisi, iterasi, dan perhatian terhadap detail. Begitu juga dengan ekonomi, ada beberapa langkah yang bisa diambil agar tidak jatuh dalam krisis:

  • “Adjust” Pengelolaan Utang: Mengoptimalkan pendapatan dari sektor produktif dan menghindari utang yang tidak menghasilkan pertumbuhan ekonomi nyata.
  • “Upgrade” Ekonomi Digital: Mengembangkan industri kreatif, teknologi, dan startup untuk mengurangi ketergantungan pada sumber daya alam.
  • “Improve” Kesejahteraan Sosial: Investasi dalam pendidikan, kesehatan, dan UMKM untuk menciptakan ekonomi yang lebih inklusif.

Kesimpulan: Indonesia Butuh Desain Ekonomi yang Lebih Solid

Saat ini, Indonesia belum mengalami kebangkrutan, tetapi ada tanda-tanda yang perlu diwaspadai. Seperti dalam desain, ekonomi yang baik memerlukan keseimbangan, inovasi, dan keberlanjutan.

Jika elemen-elemen buruk seperti korupsi dan pengelolaan utang yang buruk tidak diperbaiki, maka kita bisa kehilangan “brand identity” sebagai negara dengan ekonomi yang kuat.

Sebagai desainer grafis, kita bisa belajar dari ekonomi, dan sebaliknya, ekonomi bisa belajar dari desain. Keduanya membutuhkan strategi, inovasi, dan manajemen yang baik agar tetap relevan di masa depan.

Apakah Indonesia siap untuk “rebranding” ekonominya? Atau kita akan terus terjebak dalam “desain yang usang”? Hanya waktu yang bisa menjawab.